Problematika Quarter Life Crisis
29/09/2025

Di umur awal 20-an sampai akhir 20-an, pastinya sering muncul pertanyaan:
“Aku sebenarnya mau jadi apa, ya?” atau “Kok hidup orang lain keliatannya lebih terarah daripada aku?”
Nah, kalau kamu pernah ngalamin itu, kemungkinan besar kamu lagi ada di fase quarter life crisis (QLC).
Quarter life crisis itu semacam periode di mana orang muda merasa bingung, cemas, bahkan nggak percaya diri soal arah hidupnya. Umur ini biasanya dianggap masa “emas”, tapi justru banyak yang merasa kehilangan pegangan.
Menurut survei dari LinkedIn (2017), sekitar 75% profesional berusia 25–33 tahun pernah mengalami quarter life crisis. Umumnya dipicu sama tekanan karier, masalah keuangan, atau hubungan personal. Jadi kalau kamu ngerasa sendiri, percayalah: kamu nggak sendirian.
Psikolog klinis Dr. Oliver Robinson (University of Greenwich) menjelaskan juga, QLC punya empat tahap:
- Merasa terjebak di pekerjaan, hubungan, atau rutinitas.
- Melepaskan diri, entah dengan resign, pindah kota, atau mengubah gaya hidup.
- Eksplorasi baru, mencari identitas, hobi, atau jalur karier lain.
- Stabilitas baru, di mana akhirnya kita nemu arah yang lebih sesuai dengan diri sendiri.
Kalau dipikir-pikir, quarter life crisis itu kayak momen reboot dalam hidup. Memang nggak nyaman, tapi bisa jadi turning point penting buat kita lebih kenal diri sendiri.
Beberapa hal yang bisa bantu kamu melewatinya antara lain:
- Self-reflection: tulis jurnal tentang hal-hal yang kamu suka, nggak suka, atau value hidup kamu.
- Cari support system: ngobrol sama teman, mentor, atau bahkan profesional.
- Stop bandingin hidup kamu dengan orang lain! Iingat, highlight reel orang di media sosial bukan realitas penuh.
- Ambil langkah kecil: nggak perlu langsung nemuin “jawaban besar”, yang penting ada progres.
Ingat, fase ini wajar banget kok. Quarter life crisis bukan tanda kamu gagal, tapi tanda kamu lagi bertumbuh. Kadang kita memang harus nyasar dulu buat tahu jalan pulang yang sebenarnya. #BangunAjaDulu